Makelar Demo Massa Demo Bayaran Motif Ekonomi Benalu Politik Rawan Anarkis. Sejarah Panjang Makelar Demo di Indonesia. Munculnya para pendemo bayaran lagi-lagi dikaitkan dengan kondisi ekonomi. Lemahnya kemampuan dari segi ekonomi menjadi faktor utama penyebab keinginan sejumlah orang untuk “berprofesi” sebagai massa demo bayaran. Artikel terkait Mahasiswa Tertembak Saat Unjuk Rasa di Diponegoro 1 Tahun Sby Pelaku Penembakan Akan Diselidiki.
Kondisi ini bahkan sudah terjadi sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Seseorang rela melakukan apapun demi mendapat upah alias mengusung prinsip “asal bapak senang”.
Pemerintah kolonial Belanda sudah menggunakan kelompok binaan yang dibayar untuk menghalau kekuatan rakyat yang memperjuangkan kemerdekaan.
“Sarekat Hidjau misalnya, diciptakan oleh Belanda pada saat itu untuk membendung perlawanan rakyat Indonesia dari kejamnya penindasan kolonialisme yang sudah berwujud kapitalis monopoli, di bawah kekuasaan Gubernur Jendral De Fox yang berujung pada pemberontakan rakyat 12 November 1926 di Jawa dan Sumatera,” kata Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lalu Hilman Afriandi.
Sedangkan menurut pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Ibnu Hamad, fenomena kemunculan massa demo bayaran ini sebenarnya sudah lama dan bersifat klasik.
“Hal ini terkait dengan tingkat kemiskinan atau faktor ekonomi, di mana kebanyakan dari mereka adalah orang yang tidak punya pendapatan tetap,” ujarnya saat berbincang dengan okezone, belum lama ini.
Dijelaskan dia, siapa saja bisa menjadi demonstran bayaran bila hal itu dinilai menguntungkan ditinjau dari segi materi. Bahkan bisa dijadikan sebagai penghasilan tambahan.
Namun Ibnu berpendapat bahwa kelompok orang bayaran ini tidak mutlak begitu saja dapat dipersalahkan. Karena faktor situasi dan kondisilah yang memaksa mereka berlaku demikian.
“Semua motifnya ekonomi, aspirasi politik jadi nomor dua. Karena ada jual makanya ada beli, yang membeli ini tidak bisa serta merta disalahkan juga,” jelasnya.
Sementara orang-orang yang lazim menggunakan jasa para pendemo bayaran ini yakni kelompok yang memiliki modal dan kepentingan tertentu.
“Ya siapapun yang memilki uang bisa itu pengusaha, elit politik, ataupun lainnya, pokoknya yang memiliki kemampuan ekonomi kuat,” tandasnya.
Sejalan dengan berjalannya waktu, Ibnu menyoroti aksi demo makin lama makin canggih. Mulai dari tahap persiapan hingga pelaksanaannya benar-benar terstruktur dan matang. Ini semua merupakan peran besar dari event organizer (EO).
Namun kepalsuan tetap saja kepalsuan dan akhirnya bisa diketahui. Mana demo palsu dan mana demo yang benar-benar menyampaikan aspirasi rakyat bisa dibedakan dengan jelas. Ibnu mengatakan, perbedaan mencolok antara keduanya bisa dilihat dari komunitas pendemo yang terlibat dalam aksi.
“Kalau massa-nya homogen itu biasanya demo bayaran, tapi kalau heterogan biasanya murni. Pelaksanaan demo bayaran juga lebih terlihat elegan dan tertata karena betul-betul didesain dengan matang dan baik,” katanya.
Sedangkan untuk demo murni, lanjut Ibnu, disamping massa-nya cenderung bersifat heterogen, hal lain yang bisa dicermati adalah dari segi perangkat demo seperti spanduk dan sebagainya.
Menurutnya, demo bayaran yang terorganisir itu memerlukan dana operasional sampai pada aksi di TKD (tempat kejadian demo, red). Mereka kalau kita lihat spanduknya bagus-bagus meski performance-nya terkadang tidak semua kompak.
Ini tentu saja berbeda dengan demo murni yang peralatan demo seperti spanduk ala kadarnya. “Bagi mereka yang penting adalah perjuangan idealisme yaang dianut. Karena demo itu bagaimana memenangkan wacana dalam pertarungan opini publik,” jelasnya. okezone.com
Makelar Demo, Apa Itu Makelar Demo, Sejarah Makelar Demo Indonesia, Siapa Dibalik Makelar Demo Indonesia, Unjuk Rasa, Massa Demo Bayaran, Motif Demo Bayaran, Motif Ekonomi, Benalu Politik, Demo Anarkis