Dikabarkan Indonesia akan membangun jalan tol virtual bebas hambatan atau electronic superhighway! Mirip motornya CHIPS kali ya highway patrol :)
Kendala yang seringkali dihadapi dalam jaringan mobile broadband di Indonesia, khususnya di Jakarta, adalah kongesti atau kemacetan jaringan. Oleh sebab itu, pemerintah disarankan untuk membangun virtual electronic superhighway alias 'jalan tol' virtual.
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) merasa pemerintah Indonesia perlu untuk melakukan perubahan, terutama di sisi konektivitas untuk mengurai kemacetan jaringan broadband.
Informasi selengkapnya pembangunan jalan tol virtual superhighway.
Indonesia Perlu Bangun 'Jalan Tol' Virtual
"Tapi sayangnya, pengembangan akses teknologi broadband acapkali terbentur masalah infrastruktur telekomunikasi," kata Ketua Umum Mastel, Setyanto P Santosa dalam ajang The 2nd International Indonesia Telecoms Summit 2009, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Rabu (11/11/2009).
"Perlu keterlibatan pemerintah untuk menjadi pemimpin sekaligus pelopor untuk membangun virtual electronic superhighway. Nantinya, hal ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi negara," lanjut dia.
Kepadatan jaringan ditengarai terjadi karena masyarakat ibukota yang membawa kebiasaan internet yang biasanya di jaringan fixedline ke jaringan mobile. "Karena semua kini bisa dinikmati melalui ponsel atau laptop."
Setyanto menegaskan, pengembangan ICT di Indonesia perlu dibarengi dengan pengembangan infrastrukturnya, di mana regulator memiliki peran sangat penting untuk merealisasikan hal tersebut.
Menurut data Economist Intelligence Unit Survey, Indonesia E-Readiness Rankings 2008 masih berada di atas Iran dan Azerbaijan. Namun masih di bawah Vietnam, Kazakhstan, dan Algeria, dengan rata-rata skor 3,5--dari skor tertinggi 8,95.
Rendahnya ranking Indonesia disebabkan minimnya infrastruktur teknologi dan konektivitas (2,3), lingkungan hukum yang kurang memadai (3,2), adopsi bisnis dan konsumer masih rendah (3,2), pandangan dan kebijakan pemerintah (3,4), lingkungan sosial dan budaya (3,53), dan skor paling tinggi adalah lingkungan bisnis yang tidak sehat (6,49).
Penilaian ini, kata Setyanto, didasarkan pada kriteria penetrasi broadband, keterjangkauan broadband, penetrasi telepon selular, penetrasi Internet, penetrasi PC, penetrasi hotspot Wi-Fi, keamanan Internet, dan identitas elektronik.
"Meski begitu, saya yakin ketika infrastruktur ICT dan aksesnya dapat menjangkau mayoritas masyarakat Indonesia, ranking Indonesia dapat membumbung tinggi," kata dia.
"Ini adalah tantangan kita sebagai negara yang terbilang terlambat dalam mengadopsi broadband. Masih ada celah untuk membangun bangsa ini bersama-sama," lanjut pria yang juga menjabat sebagai komisaris Indosat. detik.com.
Kendala yang seringkali dihadapi dalam jaringan mobile broadband di Indonesia, khususnya di Jakarta, adalah kongesti atau kemacetan jaringan. Oleh sebab itu, pemerintah disarankan untuk membangun virtual electronic superhighway alias 'jalan tol' virtual.
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) merasa pemerintah Indonesia perlu untuk melakukan perubahan, terutama di sisi konektivitas untuk mengurai kemacetan jaringan broadband.
Informasi selengkapnya pembangunan jalan tol virtual superhighway.
Indonesia Perlu Bangun 'Jalan Tol' Virtual
"Tapi sayangnya, pengembangan akses teknologi broadband acapkali terbentur masalah infrastruktur telekomunikasi," kata Ketua Umum Mastel, Setyanto P Santosa dalam ajang The 2nd International Indonesia Telecoms Summit 2009, di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Rabu (11/11/2009).
"Perlu keterlibatan pemerintah untuk menjadi pemimpin sekaligus pelopor untuk membangun virtual electronic superhighway. Nantinya, hal ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi negara," lanjut dia.
Kepadatan jaringan ditengarai terjadi karena masyarakat ibukota yang membawa kebiasaan internet yang biasanya di jaringan fixedline ke jaringan mobile. "Karena semua kini bisa dinikmati melalui ponsel atau laptop."
Setyanto menegaskan, pengembangan ICT di Indonesia perlu dibarengi dengan pengembangan infrastrukturnya, di mana regulator memiliki peran sangat penting untuk merealisasikan hal tersebut.
Menurut data Economist Intelligence Unit Survey, Indonesia E-Readiness Rankings 2008 masih berada di atas Iran dan Azerbaijan. Namun masih di bawah Vietnam, Kazakhstan, dan Algeria, dengan rata-rata skor 3,5--dari skor tertinggi 8,95.
Rendahnya ranking Indonesia disebabkan minimnya infrastruktur teknologi dan konektivitas (2,3), lingkungan hukum yang kurang memadai (3,2), adopsi bisnis dan konsumer masih rendah (3,2), pandangan dan kebijakan pemerintah (3,4), lingkungan sosial dan budaya (3,53), dan skor paling tinggi adalah lingkungan bisnis yang tidak sehat (6,49).
Penilaian ini, kata Setyanto, didasarkan pada kriteria penetrasi broadband, keterjangkauan broadband, penetrasi telepon selular, penetrasi Internet, penetrasi PC, penetrasi hotspot Wi-Fi, keamanan Internet, dan identitas elektronik.
"Meski begitu, saya yakin ketika infrastruktur ICT dan aksesnya dapat menjangkau mayoritas masyarakat Indonesia, ranking Indonesia dapat membumbung tinggi," kata dia.
"Ini adalah tantangan kita sebagai negara yang terbilang terlambat dalam mengadopsi broadband. Masih ada celah untuk membangun bangsa ini bersama-sama," lanjut pria yang juga menjabat sebagai komisaris Indosat. detik.com.