SBY Vs Sri Sultan Hamengku Buwono RUU Keistimewaan DIY Warga Yogyakarta Melawan. Pendukung keistimewaan Yogyakarta pro-penetapan marah dan bertekad melakukan perlawanan politik secara masif terhadap pemerintah pusat jika Presiden SBY Susilo Bambang Yudhoyono bersikukuh memaksakan konsep pemilihan gubernur dan wakil gubernur DI Yogyakarta dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY. Baca Tanggapan SBY Isi UU Keistimewaan Yogyakarta Aspek Hukum Indonesia dan Negara Demokrasi vs Sistem Kerajaan.
Pendukung pro-penetapan siap menggelar sidang rakyat untuk menetapkan sendiri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY.
Mereka yang Senin (29/11/2010) menyatakan dukungan penetapan gubernur dan wakil gubernur adalah Paguyuban Dukuh Se-DIY Semarsembogo di Yogyakarta, Paguyuban Kepala Desa dan Perangkat Desa se-DIY, Gerakan Semesta Rakyat Jogja (Gentaraja), Forum Komunikasi Seniman Tradisi Se-DIY, Parade Nusantara, komunitas Duta Sawala Dewan Musyawarah Kasepuhan Masyarakat Adat Tatar Sunda di Kuningan Jabar, pakar hukum tata negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Hestu Cipto Handoyo, serta dua guru besar emeritus administrasi pemerintahan dan sosiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, Soetandyo Wignyosoebroto, dan Hotman Siahaan.
Sebelumnya, beberapa media memberitakan, terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat membuka rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (26/11/2010), menyatakan, nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun dengan nilai-nilai demokrasi.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menyatakan, ”Saya tidak tahu yang dimaksud dengan sistem monarki yang disampaikan pemerintah pusat. Pemda DIY ini sama sistem dan manajemen organisasinya dengan provinsi-provinsi yang lain, sesuai dengan Undang-Undang Dasar, UU, dan peraturan pelaksanaannya.”
”Apakah yang dimaksud monarki itu karena kebetulan Sultan menjadi gubernur?” tanya Sultan HB X kepada pers di kantor Gubernur Kepatihan, Yogyakarta, Sabtu (27/11/2010).
Sultan HB X menyatakan, bila ia sebagai Sultan dianggap pemerintah pusat mengganggu penataan pemerintahan di DIY terkait pemilihan atau penetapan gubernur DIY, Sultan akan mempertimbangkan kembali jabatan gubernur yang dijabatnya itu. ”Kalau sekiranya saya dianggap pemerintah pusat menghambat proses penataan DIY, jabatan gubernur yang ada pada saya ini akan saya pertimbangkan kembali,” katanya.
Sementara di tingkat nasional, mayoritas fraksi di DPR pusat pun beberapa waktu lalu telah menyatakan mendukung penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Komunitas dan organisasi kemasyarakatan, para ilmuwan, serta politisi di DPR menilai pemerintah pusat selama ini—oleh kepentingan politik praktis—cenderung mengabaikan fakta sejarah nasional dan sumbangsih besar Yogyakarta bagi tegaknya Republik Indonesia muda ketika itu sehingga tetap lestari dan kokoh sampai sekarang.
Ketua Duta Sawala Dewan Musyawarah Kasepuhan Masyarakat Adat Tatar Sunda Eka Santosa mengatakan, proses pengangkatan Sultan HB X menjadi Gubernur DIY oleh rakyatnya merupakan kearifan lokal. kompas.com
UU Keistimewaan Yogya, Rancangan Undang-Undang RUU Keistimewaan Yogyakarta, Sby vs Sultan Yogya, SBY vs Sri Sultan Hamengku Buwono X, Tanggapan SBY Tentang UU Keistimewaan Yogyakarta, UU Nomor 22 Tahun 1999, Isi Lengkap UU Nomor 22 Tahun 1999, Aspek Hukum Indonesia, Negara Demokrasi, Sistem Kerajaan, Referendum UUD 45, Perubahan Undang Undang Dasar 1945, Sistem Pemerintahan, Gubernur DIY Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X