Kisah ini benar-benar pilu dan tragis tentang jalur neraka anak sekolah karena batu jadi sarapan pagi dan siang.
Tak kurang dari 32 anak siswa sekolah asal Palestina harus menghadapi lemparan batu dari penduduk Israel tiap kali mereka berangkat dan pulang sekolah.
Tiap hari, anak-anak ini harus melewati "jalur neraka" untuk menuju Sekolah Twaneh. Namun, mereka tidak patah semangat untuk menuntut ilmu dan berjuang mempertahankan tanah kelahiran mereka.
Ke-32 anak itu tinggal di desa Tuba dan Magher Al Abeed, dua desa Palestina yang dikelilingi tiga pemukiman Israel. Semakin seringnya para pemukim Yahudi melempari batu, maka tentara Israel pun membentuk tim khusus yang mengawal anak-anak Palestina itu ketika melewati "jalur neraka" itu.
Berita selengkapnya jalur neraka anak sekolah dan batu jadi sarapan pagi dan makan siang.
Anak Sekolah Dilempari Batu
Ali (12) sudah enam tahun bersekolah di sekolah itu. Dia juga merupakan anak yang selalu menunggu bantuan tentara Israel. "Para tentara itu baik-baik kok, mereka tidak berlaku kasar pada kita. Tetapi, warga Yahudi di permukiman yang sering menyerang kita," paparnya.
"Kadang mereka (warga Israel) naik kuda lalu mengejar dan berusaha menyerang kita. Kuda larinya kencang sekali, kita tidak bisa menghindar. Menakutkan sekali. Namun, mereka tidak akan menyerang kita selama para tentara berada di dekat kita," kata Ali.
Ali mengungkapkan, hampir semua anak-anak pernah dilempari batu oleh penduduk Israel. "Kita menderita memar di kaki ketika batu-batu dilemparkan ke arah kita. Tahun lalu, satu siswi dikirim ke rumah sakit karena penduduk Israel melempar batu ke arah muka gadis itu dan dia menderita luka parah," ungkap Ali.
Meskipun ancaman lemparan batu, anak-anak Palestina itu tetap bersemangat belajar. Bahkan, mereka menganggap hal itu sebagai suatu hal yang normal. "Mereka melempar batu kepada kita karena mereka ingin agar kita meninggalkan wilayah ini. Tetapi, saya tidak akan meninggalkan daerah ini, karena saya lahir di sini. Saya memiliki tanah ini (Palestina)," bangganya.
Namun, tak selamanya patroli tentara Israel itu selalu tersedia. Pada Senin (9/11) lalu, Ali dan teman-temannya menunggu hingga jam 07.00. Namun, pengawal tentara Israel itu tak kunjung datang. Para siswa Palestina itu pun memutuskan berjalan sepanjang 12 km selama dua jam.
Siangnya, para anak-anak itu menunggu jemputan tentara Israel pada pukul 12.30. Namun, hingga pukul 15.00, pasukan Israel tak kunjung datang. Mereka pun berjalan kembali sejauh 12 km dan tiba di rumah pada malam hari. Pada hari Selasa (10/11), tentara Israel kembali tak menunjukkan diri.
Dua hari ketidakhadiran tentara Israel, Kepala Sekolah Twaneh Mahmoud Makhamreh menghubungi Departemen Pendidikan Otoritas Palestina yang kemudian menghubungi pemerintah Israel. Pada Rabu (11/11), tentara Israel pun kembali mengawal para anakanak Palestina ke sekolah. Makhamreh melihat perbedaan jelas para siswa yang datang ke sekolah dengan para tentara.
"Anak-anak itu lemah dalam kemampuan belajar dan jarang bergaul dengan siswa lainnya," paparnya. Kenapa? Dia mengungkapkan, mereka dipenuhi rasa ketakutan dan gelisah. "Ketika patroli itu datang terlambat, mereka begitu khawatir jika harus berjalan tanpa perlindungan, terutama siswa perempuan," papar Makhamreh.
"Atas kesulitan itu, tiga siswa keluar dari sekolah pada tahun lalu. Pada tahun ini, hanya ada satu siswa," katanya.
Berdasarkan penelitian terbaru yang dipublikasikan Save the Children Inggris pekan ini, warga Palestina yang tinggal di wilayah Hebron di Tepi Barat dan Gaza, kurang mendapatkan pelindungan keamanan.okezone.
Tak kurang dari 32 anak siswa sekolah asal Palestina harus menghadapi lemparan batu dari penduduk Israel tiap kali mereka berangkat dan pulang sekolah.
Tiap hari, anak-anak ini harus melewati "jalur neraka" untuk menuju Sekolah Twaneh. Namun, mereka tidak patah semangat untuk menuntut ilmu dan berjuang mempertahankan tanah kelahiran mereka.
Ke-32 anak itu tinggal di desa Tuba dan Magher Al Abeed, dua desa Palestina yang dikelilingi tiga pemukiman Israel. Semakin seringnya para pemukim Yahudi melempari batu, maka tentara Israel pun membentuk tim khusus yang mengawal anak-anak Palestina itu ketika melewati "jalur neraka" itu.
Berita selengkapnya jalur neraka anak sekolah dan batu jadi sarapan pagi dan makan siang.
Anak Sekolah Dilempari Batu
Ali (12) sudah enam tahun bersekolah di sekolah itu. Dia juga merupakan anak yang selalu menunggu bantuan tentara Israel. "Para tentara itu baik-baik kok, mereka tidak berlaku kasar pada kita. Tetapi, warga Yahudi di permukiman yang sering menyerang kita," paparnya.
"Kadang mereka (warga Israel) naik kuda lalu mengejar dan berusaha menyerang kita. Kuda larinya kencang sekali, kita tidak bisa menghindar. Menakutkan sekali. Namun, mereka tidak akan menyerang kita selama para tentara berada di dekat kita," kata Ali.
Ali mengungkapkan, hampir semua anak-anak pernah dilempari batu oleh penduduk Israel. "Kita menderita memar di kaki ketika batu-batu dilemparkan ke arah kita. Tahun lalu, satu siswi dikirim ke rumah sakit karena penduduk Israel melempar batu ke arah muka gadis itu dan dia menderita luka parah," ungkap Ali.
Meskipun ancaman lemparan batu, anak-anak Palestina itu tetap bersemangat belajar. Bahkan, mereka menganggap hal itu sebagai suatu hal yang normal. "Mereka melempar batu kepada kita karena mereka ingin agar kita meninggalkan wilayah ini. Tetapi, saya tidak akan meninggalkan daerah ini, karena saya lahir di sini. Saya memiliki tanah ini (Palestina)," bangganya.
Namun, tak selamanya patroli tentara Israel itu selalu tersedia. Pada Senin (9/11) lalu, Ali dan teman-temannya menunggu hingga jam 07.00. Namun, pengawal tentara Israel itu tak kunjung datang. Para siswa Palestina itu pun memutuskan berjalan sepanjang 12 km selama dua jam.
Siangnya, para anak-anak itu menunggu jemputan tentara Israel pada pukul 12.30. Namun, hingga pukul 15.00, pasukan Israel tak kunjung datang. Mereka pun berjalan kembali sejauh 12 km dan tiba di rumah pada malam hari. Pada hari Selasa (10/11), tentara Israel kembali tak menunjukkan diri.
Dua hari ketidakhadiran tentara Israel, Kepala Sekolah Twaneh Mahmoud Makhamreh menghubungi Departemen Pendidikan Otoritas Palestina yang kemudian menghubungi pemerintah Israel. Pada Rabu (11/11), tentara Israel pun kembali mengawal para anakanak Palestina ke sekolah. Makhamreh melihat perbedaan jelas para siswa yang datang ke sekolah dengan para tentara.
"Anak-anak itu lemah dalam kemampuan belajar dan jarang bergaul dengan siswa lainnya," paparnya. Kenapa? Dia mengungkapkan, mereka dipenuhi rasa ketakutan dan gelisah. "Ketika patroli itu datang terlambat, mereka begitu khawatir jika harus berjalan tanpa perlindungan, terutama siswa perempuan," papar Makhamreh.
"Atas kesulitan itu, tiga siswa keluar dari sekolah pada tahun lalu. Pada tahun ini, hanya ada satu siswa," katanya.
Berdasarkan penelitian terbaru yang dipublikasikan Save the Children Inggris pekan ini, warga Palestina yang tinggal di wilayah Hebron di Tepi Barat dan Gaza, kurang mendapatkan pelindungan keamanan.okezone.