Tes keperawanan calon siswa SMA dianggap sebagai tes primitif dan terbelakang. Kemunduran bagi dunia pendidikan nasional di Indonesia. Sebenarnya apa latar belakang tes keperawan siswa sma ini? Apakah tidak ada kegiatan positif lain yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan nasional? Jauh lebih adem membaca info beasiswa S1 untuk mahasiswa terbaru dalam negeri dari Eka Tjipta Foundation ETF.
Wacana untuk melakukan tes keperawanan bagi calon siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dinilai melebihi dari primitif dan sangat terbelakang. Bahkan secara tegas Neng Dara Affiah, Komisioner Komnas Perempuan, mengatakan tes keperawanan adalah barbar.
"Primitif masih bermoral. Ini adalah wacana yang sangat lebih dari terbelakang. Kebijakan yang dikeluarkan dengan logika yang sangat salah. Ini barbar!" kata Neng Dara saat dihubungi Kompas Female.
Menurut Neng Dara, tes keperawanan merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Pertama, karena hanya perempuan yang memungkinkan terdeteksi perawan atau tidaknya. Sedangkan laki-laki tidak bisa terdeteksi keperjakaannya. Kedua, diskriminasi perempuan di bidang pendidikan, jika kemudian terbukti si perempuan tidak perawan, lalu ditolak dan tidak mendapatkan akses pendidikan. Padahal pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara yang harus diberikan penyelenggara negara. Diskriminasi di bidang pendidikan sudah menyalahi Undang-Undang Dasar 1945, jelas Neng Dara.
Wacana yang menuai kritik ini digulirkan anggota DPRD Provinsi Jambi, Bambang Bayu Suseno. Keinginan Bambang agar siswi melakukan tes keperawanan dalam penerimaan siswa baru (PSB), disampaikan terkait peningkatan mutu pendidikan di Jambi. Keinginan yang kemudian direspons berbagai pihak. Termasuk oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang melihat tes keperawanan bukan sebagai solusi.
Tidak ada urgensinya Tes Keperawan Siswa
Tes keperawanan bagi calon siswa tidak ada urgensinya, kata Neng Dara. Karena hanya melihat dimensi keperawanan dari satu perspektif saja. Padahal, keperawanan bukan hanya karena hubungan seks.
"Selaput dara perempuan bisa saja robek karena jatuh dari sepeda. Kebijakan ini sangat mundur dan tidak memiliki perspektif kemajuan. Seharusnya kita sudah tidak lagi mempersoalkan keperawanan yang sangat personal," tambahnya.
Seharusnya, saran Neng Dara, penyelenggara negara membuat kebijakan yang membuat remaja lebih produktif. Seperti membuat arena olahraga atau kesenian yang mendorong remaja beraktivitas.
"Jika persoalannya adalah menyikapi kenakalan remaja, tes keperawanan siswa adalah cara yang tidak akan efektif. Pendidikan reproduksi di rumah atau di sekolah akan lebih efektif untuk mengatasinya," jelasnya.
Akan lebih efektif lagi jika negara menyelenggarakan pendidikan seks untuk remaja seputar reproduksi. Remaja menjadi lebih paham perilaku seperti apa yang bisa menyebabkan kehamilan, serta bisa menghindari terjadinya kehamilan tidak diinginkan.
"Tes keperawanan tidak menawarkan solusi apapun, termasuk untuk orang tua dalam mengawasi perilaku anaknya," katanya sambil menambahkan, pemahaman mengenai hukuman sosial atau pengucilan sosial jika remaja hamil juga bisa menambah pemahaman remaja untuk menjaga perilakunya.
DPRD, seharusnya lebih menyoroti pendidikan reproduksi dan merencanakan budget lebih serius untuk hak reproduksi remaja, Neng Dara mengkritik.
"Dalam membuat kebijakan seharusnya lebih menyasar pada kebijakan publik pada kebutuhan publik bukan area privat seperti ini," tegas Neng Dara.
Pemerintah sebenarnya memiliki kebijakan reproduksi, namun belum diefektifkan. Budget-nya kecil seperti dianggap tidak penting, tandasnya. kompas.com
Tes keperawanan, cara tes keperawanan siswa, latar belakang tes keperawanan siswa sma, mengapa harus ada tes keperawanan, tes masuk smu, program pendidikan nasional, info beasiswa mahasiswa terbaru