Isi pidato pernyataan Presiden SBY tentang kasus hukum dan penahanan Bibit dan Chandra oleh Polri. Para Pimpinan KPK itu ditahan Polisi berdasarkan 3 alasan rekayasa respon dan opini. Menarik untuk disimak.
Presiden SBY bersikukuh tidak akan mencampuri proses hukum atas 2 pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. SBY berprinsip tidak akan pernah meminta seseorang untuk ditahan ataupun dibebaskan.
"Tidak pernah, dicatat oleh Tuhan, saya minta seseorang ditahan atau minta membebaskan tahanan. Siapa pun orang itu, apakah pembantu saya di kabinet atau pembina Partai Demokrat untuk ditahan atau dibebaskan dari tahanan," tegas SBY di Kantor Kepresidenan, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2009).
Baca selengkapnya isi pernyataan pidato Pak Susilo Bambang Yudhoyono seputar penahanan dan rekayasa kasus hukum pimpinan KPK.
SBY:Dicatat Tuhan, Saya Tak Pernah Minta Orang Ditahan Atau Dibebaskan
SBY pun menyitir pengalamannya selama 5 tahun menjadi kepala pemerintahan. Banyak kepala daerah, gubernur, bupati maupun walikota yang ditahan KPK dan tidak bisa menjalankan pemerintahan dengan efektif.
"Saya sampaikan pada beliau kalau tidak harus ditahan menurut pendapat saya tidak harus ditahan. Dengan ini berpedoman pada praduga tak bersalah sehingga dinyatakan bersalah di pengadilan. Kalau tidak ditahan mereka masih bisa bekerja," papar SBY.
3 Tahun lalu, imbuh dia, Walikota Medan jadi tersangka dan langsung ditahan KPK. Sebagai Presiden, dirinya pun sempat mempertanyakan penahanan itu.
"Langsung ditahan, apa begini? Tidak perlu izin Presiden? Apakah langsung seperti itu langsung ditahan? Atau menjadi tersangka tapi tidak ditahan bisa nggak?" kata dia.
Namun pertanyaan itu adalah pertanyaan kepala pemerintahan yang ingin seseorang aparatur pemerintahan tidak lantas ditahan. Tapi jika polisi, jaksa atau KPK menahan seseorang, dirinya sebagai Presiden tidak lantas bisa melarangnya.
"Tidak boleh. Jadi kalau saya lantas tidak melarang Kapolri, minta Jaksa Agung, KPK jangan ditahan seseorang memang harus begitu. Atau ada yang mengatakan SBY ragu-ragu. Saya harus menjalani aturan sesuai UU yang berlaku," jelas dia.detik.
Presiden SBY bersikukuh tidak akan mencampuri proses hukum atas 2 pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. SBY berprinsip tidak akan pernah meminta seseorang untuk ditahan ataupun dibebaskan.
"Tidak pernah, dicatat oleh Tuhan, saya minta seseorang ditahan atau minta membebaskan tahanan. Siapa pun orang itu, apakah pembantu saya di kabinet atau pembina Partai Demokrat untuk ditahan atau dibebaskan dari tahanan," tegas SBY di Kantor Kepresidenan, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2009).
Baca selengkapnya isi pernyataan pidato Pak Susilo Bambang Yudhoyono seputar penahanan dan rekayasa kasus hukum pimpinan KPK.
SBY:Dicatat Tuhan, Saya Tak Pernah Minta Orang Ditahan Atau Dibebaskan
SBY pun menyitir pengalamannya selama 5 tahun menjadi kepala pemerintahan. Banyak kepala daerah, gubernur, bupati maupun walikota yang ditahan KPK dan tidak bisa menjalankan pemerintahan dengan efektif.
"Saya sampaikan pada beliau kalau tidak harus ditahan menurut pendapat saya tidak harus ditahan. Dengan ini berpedoman pada praduga tak bersalah sehingga dinyatakan bersalah di pengadilan. Kalau tidak ditahan mereka masih bisa bekerja," papar SBY.
3 Tahun lalu, imbuh dia, Walikota Medan jadi tersangka dan langsung ditahan KPK. Sebagai Presiden, dirinya pun sempat mempertanyakan penahanan itu.
"Langsung ditahan, apa begini? Tidak perlu izin Presiden? Apakah langsung seperti itu langsung ditahan? Atau menjadi tersangka tapi tidak ditahan bisa nggak?" kata dia.
Namun pertanyaan itu adalah pertanyaan kepala pemerintahan yang ingin seseorang aparatur pemerintahan tidak lantas ditahan. Tapi jika polisi, jaksa atau KPK menahan seseorang, dirinya sebagai Presiden tidak lantas bisa melarangnya.
"Tidak boleh. Jadi kalau saya lantas tidak melarang Kapolri, minta Jaksa Agung, KPK jangan ditahan seseorang memang harus begitu. Atau ada yang mengatakan SBY ragu-ragu. Saya harus menjalani aturan sesuai UU yang berlaku," jelas dia.detik.