Banyak orang yang memandang sebelah mata produk makanan yang satu ini. Padahal kalau dimakan dengan soto enak banget. Betapa sering kita dengar ungkapan mental tempe yang berarti tidak bernyali alias penakut, atau ucapan "Mau makan ayam? Mahal! Ada tempe juga sudah alhamdulillah".
Tempe identik dengan makanan rakyat jelata dan dicap murahan. Orang kaya jaman sekarang sudah anti makan tempe, kecuali dibikin burger :) Kalaupun ada biasanya makan diam-diam namun ditutupi dengan daging stik atau olahan fried chicken sehingga tetangga atau kerabat ga tahu kalau ternyata hobi makan tempe tidak bisa dihilangkan, walaupun sudah berduit. Mungkin terdengar ekstrim tapi pada kenyataannya jarang sekali terlihat orang yang belanja di hypermarket atau pusat grosir raksasa yang membeli tempe. Biasanya nyuruh si mbok beli di tukang sayur kali ya :)
Namun demikian, di balik semua itu ternyata produk turunan kacang kedelai ini menyimpan potensi yang luar biasa. Anda mungkin tidak menyangka bahwa mereka yang menjual tempe omsetnya mencapai triliunan rupiah setahun! Bisa cepat kaya nih!
Tidak percaya? Baca aja ya...
Luar Biasa, Omzet Tempe per Tahun Capai Rp 15 Triliun
Jangan pernah memandang tempe dengan sebelah mata. Pasalnya, makanan yang kebanyakan dibuat oleh industri rumahan ini ternyata memiliki omzet tahunan yang mencengangkan. Sebagai bukti, saban tahun, nilai omzet tempe nasional mencapai Rp 15 triliun.
Omzet sebesar itu sesungguhnya hanya mengandalkan pasar lokal dengan penyebaran di pasar tradisional dan pasar swalayan. Pemasaran tempe dan tahu masih mendominasi pasar tradisional karena tidak tahan lama. Sehingga, dalam pemasarannya, perajin memilih untuk menjualnya secara langsung ke konsumen. Sedangkan di pasar swalayan, agar produk tersebut tahan lama dimasukkan ke lemari pendingin.
"Kami akan terus mencari terobosan agar produk tempe bisa masuk pasar internasional," ujar Ketua Umum Induk Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Inkopti) Sutaryo, di sela-sela simposium jagung kedelai di Gedung Kadin, Rabu (29/7).
Untuk memperbesar pasar, Inkopti akan membidik beberapa pasar potensial yang memiliki karakter masyarakat sama seperti Indonesia, seperti Malaysia, Brunei, Thailand, Filipina dan lain-lain. Inkopti akan terus mendorong perajinnya untuk memberikan dorongan kepada pelaku perajin tempe dan tahu dalam memproduksi dengan cara yang lebih inovatif dan berkualitas agar bisa bertahan lama. "Kami juga butuh bantuan dari perbankan untuk permodalan bagi perajin," ujarnya.
Dari catatan Inkopti, saat ini setidaknya ada 115.000 perajin tahu dan tempe di Indonesia. Sekitar 40.000 di antaranya merupakan anggota Inkopti yang terdiri dari berbagai wilayah Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Lampung, Palembang, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Bali. (Dari: kontan)
Tempe identik dengan makanan rakyat jelata dan dicap murahan. Orang kaya jaman sekarang sudah anti makan tempe, kecuali dibikin burger :) Kalaupun ada biasanya makan diam-diam namun ditutupi dengan daging stik atau olahan fried chicken sehingga tetangga atau kerabat ga tahu kalau ternyata hobi makan tempe tidak bisa dihilangkan, walaupun sudah berduit. Mungkin terdengar ekstrim tapi pada kenyataannya jarang sekali terlihat orang yang belanja di hypermarket atau pusat grosir raksasa yang membeli tempe. Biasanya nyuruh si mbok beli di tukang sayur kali ya :)
Namun demikian, di balik semua itu ternyata produk turunan kacang kedelai ini menyimpan potensi yang luar biasa. Anda mungkin tidak menyangka bahwa mereka yang menjual tempe omsetnya mencapai triliunan rupiah setahun! Bisa cepat kaya nih!
Tidak percaya? Baca aja ya...
Luar Biasa, Omzet Tempe per Tahun Capai Rp 15 Triliun
Jangan pernah memandang tempe dengan sebelah mata. Pasalnya, makanan yang kebanyakan dibuat oleh industri rumahan ini ternyata memiliki omzet tahunan yang mencengangkan. Sebagai bukti, saban tahun, nilai omzet tempe nasional mencapai Rp 15 triliun.
Omzet sebesar itu sesungguhnya hanya mengandalkan pasar lokal dengan penyebaran di pasar tradisional dan pasar swalayan. Pemasaran tempe dan tahu masih mendominasi pasar tradisional karena tidak tahan lama. Sehingga, dalam pemasarannya, perajin memilih untuk menjualnya secara langsung ke konsumen. Sedangkan di pasar swalayan, agar produk tersebut tahan lama dimasukkan ke lemari pendingin.
"Kami akan terus mencari terobosan agar produk tempe bisa masuk pasar internasional," ujar Ketua Umum Induk Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Inkopti) Sutaryo, di sela-sela simposium jagung kedelai di Gedung Kadin, Rabu (29/7).
Untuk memperbesar pasar, Inkopti akan membidik beberapa pasar potensial yang memiliki karakter masyarakat sama seperti Indonesia, seperti Malaysia, Brunei, Thailand, Filipina dan lain-lain. Inkopti akan terus mendorong perajinnya untuk memberikan dorongan kepada pelaku perajin tempe dan tahu dalam memproduksi dengan cara yang lebih inovatif dan berkualitas agar bisa bertahan lama. "Kami juga butuh bantuan dari perbankan untuk permodalan bagi perajin," ujarnya.
Dari catatan Inkopti, saat ini setidaknya ada 115.000 perajin tahu dan tempe di Indonesia. Sekitar 40.000 di antaranya merupakan anggota Inkopti yang terdiri dari berbagai wilayah Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Lampung, Palembang, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Bali. (Dari: kontan)